Demo Terkait RUU Pilkada, Wakil DPR RI: Kami Serap Aspirasi Masyarakat, Namun Kami Memastikan Ikuti Putusan MK

Demo Terkait RUU Pilkada, Wakil DPR RI: Kami Serap Aspirasi Masyarakat, Namun Kami Memastikan Ikuti Putusan MK

Smallest Font
Largest Font

Jakarta - Rapat paripurna pengesahan revisi undang-undang pilkada 2024 pada hari Kamis pagi diduga urung digelar, karena peserta rapat tidak memenuhi kuorum.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengeklaim, rapat paripurna tersebut tidak mungkin digelar pada hari ini juga (Kamis 22 Agustus 2024.)

Hal ini ia beralasan, ada mekanisme yang harus ditempuh untuk menentukan kapan rapat paripurna bakal digelar kembali, yakni melalui rapat pimpinan (rapim) dan Badan Musyawarah (Bamus) DPR.

“Ya kalau sidang hari ini kita tunda, kita ada mekanisme. Nanti kan harus dirapimkan lagi, dibamuskan lagi,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024.

Berdasarkan informasi didapatkan bahwa sejumlah elemen masyarakat menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPR RI, hari ini, Kamis (22/8). Demo ini menuntut DPR agar tidak mengesahkan RUU Pilkada.

Masyarakat menilai, RUU Pilkada bisa menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024. Lewat putusan ini, MK mengizinkan sebuah partai politik atau gabungan partai politik mengusung calon kepala daerah sendiri meskipun tidak memiliki kursi di DPRD.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad memastikan akan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyangkut Pilkada 2024 jika RUU Pilkada belum disahkan sebelum 27 Agustus. Dasco menyebut patuh terhadap konstitusi.

Mulanya, Dasco menjelaskan DPR sebagai pembuat undang-undang memiliki hak untuk memproduksi revisi menjadi undang-undang yang baru.

Dasco belum mengetahui apakah rapat paripurna dengan agenda pengeshaan Revisi UU Pilkada ini akan dilanjutkan. Menurutnya, perlu forum rapat pimpinan (rapim) dan Badan Musyawarah (Bamus) terlebih dahulu.

"Untuk kemudian prosesnya apakah lanjut atau tidak lanjut itu harus mekanisme yang ada di DPR. Kita harus rapim lagi harus bamus lagi dan menyesuaikan hari paripurna di DPR," ujarnya.

Dasco memastikan DPR menyerap aspirasi terkait RUU Pilkada ini, di tengah penolakan keras dari publik terhadap RUU tersebut. 

Pengamanan Aksi Demo dari Polri 

Polisi menyiapkan skenario rekayasa lalu lintas di sekitar lokasi. Polisi meminta masyarakat yang melintas di seputaran Istana Negara untuk mencari jalur alternatif. 

Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes. Pol. Susatyo Purnomo Condro mengatakan, 3.286 personel gabungan disebar di dua lokasi yang menjadi titik konsentrasi massa.

"Di Patung Kuda. 1.273 (personel). Di DPR 2.013 personel," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro kepada wartawan, Kamis 22 Agustus 2024.

Polri menegaskan kesiapan mereka untuk mengamankan aksi demonstrasi terkait RUU Pilkada di Jakarta. Pihak Polri memastikan bahwa pendekatan humanis akan menjadi prioritas utama dalam pengamanan.

Kombes Pol Susatyo menjelaskan bahwa pengamanan akan dilakukan tanpa penggunaan peluru tajam maupun senjata tajam. 

Kemudian ia juga menekankan bahwa para perwira polisi akan terus berkomunikasi dengan para demonstran untuk menjaga agar aksi berjalan dengan damai dan tertib.

“Kami mengedepankan bahwa pengamanan aksi tidak menggunakan peluru tajam, termasuk senjata tajam,” ujar Kombes. Pol. Susatyo.

Sebanyak 3.286 personel polisi telah disiagakan untuk mengawal aksi unjuk rasa ini, yang diikuti oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa, aktivis, dan buruh.

Mereka menggelar aksi karena merasa bahwa wakil rakyat dan pemerintah tidak mengindahkan putusan MK terkait aturan tersebut.

“Artinya, pola-pola humanis dan persuasif terus akan kami kembangkan, dan jajaran perwira juga akan terus melakukan komunikasi intensif sejak awal kedatangan massa hingga kegiatan berlangsung,” ujarnya lagi.

Unjuk rasa ini berlangsung bersamaan dengan rapat paripurna parlemen yang dijadwalkan untuk mengesahkan RUU Pilkada.

Informasi berkembang banyak pihak merasa kecewa karena revisi aturan tersebut dianggap mengabaikan keputusan lembaga hukum yang seharusnya menjadi acuan utama dalam proses legislasi. (S/Sw).

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Redaksi Author