Forum Alumni BEM dan Dewan Pers Tolak Draf Revisi RUU Penyiaran No 32/2002
Jakarta - Penolakan terhadap rencana revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang diusulkan DPR RI semakin menguat pasca adanya berbagai unsur organisasi pers dan Dewan Pers menolak dengan keras.
Hal ini diduga draf revisi RUU Nomor 32 Tahun 2002 itu disebut memberangus kebebasan pers, apalagi dalam Pasal 50B ayat 2 bahwa memuat panduan kelayakan isi siaran dan konten siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat larangan mengenai:
A. Isi siaran dan konten siaran terkait narkotika, psikotropika, zat adiktif, alkohol, dan perjudian;
B. Isi siaran dan konten siaran terkait rokok;
C. Menyampaikan investigasi jurnalistik eksklusif.
Sementara itu, dalam menyikapi hal itu, Ketua Bidang Informasi Forum Alumni Badan Eksekutif Mahasiswa (FABEM), Feri B Hasan, mendukung langkah Dewan Pers dan organisasi pers dalam menolak RUU Nomor 32 Tahun 2002.
Menurutnya, karya jurnalistik sudah diatur dalam Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, dengan adanya revisi RUU 32 oleh DPR RI itu, bertentangan dengan kemerdekaan pers.
“Kami mendukung Dewan Pers dan organisasi pers atas penolakan RUU Nomor 32 Tahun 2002. Menurut kami RUU tersebut dapat mencakup kerja-kerja jurnalistik, apalagi karya jurnalistik investigasi sangat membantu negara dan khayalak umum,” kata Feri.
Dikatakannya, kebebasan pers yang meliputi kebebasan mendirikan usaha penerbitan maupun penyiaran, kerja jurnalistik untuk mendapatkan akses informasi, kebebasan editorial, dan jaminan hak-hak jurnalis yang dijamin dalam undang-undang.
“Kebebasan hak pers yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebarluaskan, mencetak dan menerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam materi lainnya tanpa adanya campur tangan atau sensor perlakuan dari pemerintah,” jelas Feri (15/05/24).
Feri juga berharap DPR RI mencabut usulan revisi RUU Nomor 32 Tahun 2002 karena akan menimbulkan kegaduhan, dirinya juga tidak ingin para wartawan yang bekerja untuk kepentingan umum membahas RUU tersebut.
“Kami berharap DPR segera mencabut revisi RUU tersebut karena akan menimbulkan kegaduhan, kita ketahui selama ini banyak masyarakat di cerdaskan oleh para wartawan yang tulus memberikan informasi yang akurat sesuai fakta yang ada,” harapnya.
Sementara itu, Dewan Pers dan seluruh komunitas pers dengan tegas menolak isi Rancangan Undang-undang Penyiaran. RUU ini merupakan inisiatif DPR RI yang direncanakan untuk menggantikan UU Nomor 32 Tahun 2002.
“Kami menolak RUU Penyiaran. Kami memperhatikan rencana revisi UU Penyiaran tetapi memasukkan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 justru tidak dimasukkan dalam mempertimbangkan RUU Penyiaran,” kata Ketua Dewan Pers, Dr Ninik Rahayu, dalam jumpa pers di Kantor Dewan Pers di Jakarta, Selasa (14/5). (**)