Jangan Mencaci Sahabatmu Sendiri, Sebaiknya Do'akan Jika Ada Kesalahannya
Yogyakarta - Tidak sepantasnya seorang yang mengaku beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan Rasul-Nya, ketika mendapati saudaranya seiman melakukan kesalahan, dia justru mengacuhkannya, menjatuhkannya, mencaci atau asyik menggunjingnya.
Sebaliknya, ia seharusnya menegur agar si pelaku menghentikan kemaksyiatan yang diperbuatnya atau membatalkan apa yang menjadi niat buruknya.
Inilah yang diteladankan dan diajarkan oleh Rasulullah Shallalahu Alaihi wa Sallam kepada umat Islam; gemar mengingatkan saudara seiman yang melakukan keburukan agar berhenti, bukan justru menggunjingnya.
Hadits yang Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari
“Tolonglah saudaramu yang berbuat zalim dan yang dizalimi.” Kemudian ada seseorang bertanya tentang bagaimana cara membantu orang yang berbuat zalim? Beliau menjawab, “Kamu mencegah dia berbuat zalim, maka sesungguhnya kamu telah menolongnya.”
Sayangnya yang terjadi di masyarakat saat ini, justru sebaliknya ketika mendapati saudaranya melakukan kemaksyiatan, ia justru asyik menggunjingnya, bahkan terperosok kepada pengakuan diri bahwa ia lebih baik/sholeh daripada si pelaku dosa.
Jelas ini telah menyelisihi apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Bahkan mengarah pada perilaku syaitan yang suka mengunggulkan dirinya atasmakhluk lain (manusia).
Sosok manusia muslim atau umat Islam sesunggunya juga bisa diukur sejauhmana kepeduliannya melihat saudaranya salah melangkah, dia kemudian mampu mengingatkan ketika melakukan kekeliruan.
Mari sahabat pembaca dan sekaliannya, hilangkan kebiasaan kita yang dirasa tidak menguntungkan bahkan bisa mendapatkan dosa. Yuk, jadilah pribadi yang baik dan saling memaafkan utamanya.
Ada sebuah riwayat dari Abu Hurairah yang dicatat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, tentang seseorang yang mencaci maki Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Artinya: Yahya menceritakan kepada kami dari Ibnu 'Ajlan, Sa'id bin Abi Sa'id menceritakan kepada kami dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki mencela Abu Bakar, sedangkan Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam duduk. Kejadian itu membuat nabi terheran-heran dan tersenyum.
Kemudian ketika Abu Bakar banyak membantah sebagian kata (celaan) laki-laki tersebut, Nabi Muhammad marah dan berdiri untuk pergi. Abu Bakar pun mengikuti nabi, lalu berkata wahai Rasulullah, orang itu mencelaku, anda hanya duduk saja (tidak ikut membalas).
Ketika aku menjelaskan sebagian perkataannya, kamu berdiri dan marah. Rasulullah menjawab sesungguhnya ada malaikat bersamamu yang akan membantahnya. Ketika Anda membantah sebagian kata-katanya, setan datang. Aku tidak ingin duduk bersama setan.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda wahai Abu Bakar, ada tiga hal yang menjadi hak seorang hamba:
(1) Tidaklah seorang hamba Allah yang terzalimi dengan kezaliman, lalu dia pasrahkan kepada Allah kecuali Allah pasti memenangkannya dengan pertolonganNya
(2) Tidaklah seseorang yang membuka pintu pemberian yang dia anggap menjadi penyambung persaudaraan, kecuali Allah pasti memberikan pemberian yang banyak kepadanya, dan
(3) Tidaklah seseorang yang membuka pintu permintaan yang dia harapkan untuk mendapatkan pemberian yang banyak, kecuali Allah pasti memberikan kekurangan kepadanya. (Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal, Beirut: Mu'assasah al-Risalah, tt, juz 15, h.39). (**)