Kasus Pengadaan Pesawat, Mantan Dirut Garuda Indonesia Divonis 5 Tahun Penjara

Kasus Pengadaan Pesawat, Mantan Dirut Garuda Indonesia Divonis 5 Tahun Penjara

Smallest Font
Largest Font

Jakarta - Sebagai salah satu direktur utama BUMN, ia tidak berupaya mewujudkan pelaksanaan amanat undang-undang yakni sebagai penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sehingga mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar divonis pidana lima tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan pidana kurungan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat di Garuda Indonesia.

"Terdakwa Emirsyah Satar telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum," kata Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh pada sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu 31 Juli 2024.

Hakim Pontoh menyatakan Emirsyah terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP).

Selain pidana utama, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Emirsyah Satar berupa pembayaran uang pengganti sejumlah 86,36 juta dolar Amerika Serikat yang harus dibayarkan paling lama satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap.

Namun, jika Emirsyah Satar tidak membayar maka harta bendanya akan disita untuk menutupi uang pengganti tersebut, dengan ketentuan apabila terpidana tidak mempunyai harta benda yang cukup maka diganti (subsider) dengan pidana penjara selama dua tahun.

"Terdakwa juga dibebani biaya perkara Rp7.500," ucap Hakim Pontoh.

Hakim Pontoh menjelaskan dalam memberikan putusan, majelis hakim mempertimbangkan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan.

Hal yang memberatkan Emirsyah Satar yakni sebagai salah satu Direktur Utama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak berupaya mewujudkan pelaksanaan amanat UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Sementara beberapa hal yang meringankan, yaitu Emirsyah sedang menjalani pidana penjara dalam kasus tindak pidana korupsi lainnya serta bersikap sopan selama di persidangan sepanjang pengamatan majelis hakim.

"Berdasarkan hal yang memberatkan dan meringankan yang ada pada diri terdakwa, maka majelis hakim menilai putusan kiranya sudah memenuhi rasa keadilan yang ada dalam masyarakat," tutur Pontoh.

Vonis yang dijatuhkan kepada Emirsyah lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan enam bulan. Namun, pembayaran uang pengganti yang dikenakan kepada mantan Dirut Garuda Indonesia itu sama dengan tuntutan jaksa.

Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat di Garuda Indonesia, Emirsyah didakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara pada Garuda Indonesia dengan jumlah total 609,81 juta dolar AS.

Ini bukan kali pertama Emirsyah diadili di meja hijau. Sebelumnya, Emirsyah juga telah divonis dalam perkara berbeda.

Pada 8 Mei 2020, Dirut PT Garuda Indonesia 2005–2014 itu divonis delapan tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan serta dihukum membayar uang pengganti sebesar 2,11 juta dolar Singapura.

Diketahui, vonis tersebut sebagai akibat Emirsyah Satar yang telah terbukti menerima suap senilai Rp49,3 miliar dan melakukan pencucian uang sebesar Rp87,464 miliar rupiah, hingga dinyatakan bersalah. (S/A)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Redaksi Author