Kementerian PUPR: PR Pemerintah, Banyaknya Rumah Subsidi Tak Dihuni hingga 80 Persen
Jakarta - Banyaknya rumah bersubsidi justru dinikmati mereka yang sebenarnya tidak berhak menerima. Sehingga kini pihak Kementerian PUPR menekankan ketepatan sasaran pada konsumen.
Dalam persoalan ini, masih banyak pekerjaan pemerintah adanya hal tersebut, hal ini ditegaskan oleh Dirjen Kementerian PUPR Iwan Suprijanto.
"Masih banyak pekerjaan rumah pemerintah terkait penyediaan perumahan, salah satunya menyangkut data riil terkait berkurangnya kepemilikan perumahan," kata Iwan, di Jakarta, Minggu 25 Agustus 2024.
Ia menilai, penurunan angka kepemilikan perumahan dari 12,7 juta pada 2021 menjadi 9,9 juta unit pada 2023 hanyalah sebuah indikasi.
"Kenyataannya, pemerintah belum memiliki data individual spesifik mengenai warga yang masuk kategori membutuhkan rumah," ujar Iwan lagi.
Selain itu, data kelompok masyarakat yang belum memiliki rumah layak huni juga belum lengkap.
Sementara kuota bantuan subsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sebanyak 166 ribu unit tahun ini telah habis.
Sementara itu, Kementerian PUPR menemukan banyak rumah bersubsidi di sejumlah provinsi yang kosong tidak dihuni. Bahkan tingkat kekosongannya mencapai 60 hingga 80 persen.
Bahkan Iwan mengatakan pihak BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) juga menemukan pengalihan rumah bersubsidi kepada pihak-pihak yang tidak berhak, pemerintah mendukung penambahan kuota FLPP dengan syarat harus tepat sasaran.
Diketahui bahwa FLPP merupakan program pembiayaan yang memungkinkan masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah dengan membayar cicilan berbunga rendah.
"Periode cicilan maksimal 20 tahun dengan bunga 5 persen tetap selama tenor berjalan," jelasnya.
Kemudian untuk syarat mendapatkan FLPP ini antara lain adalah belum pernah menerima subsidi atau bantuan pembiayaan perumahan dari pemerintah.
"Penerima fasilitas ini juga disyaratkan belum memiliki rumah serta berpenghasilan maksimal Rp8 juta per bulan," tuturnya. (S/PUPR)