Sejarah Korupsi dan Pengertiannya, Simak Penjelasannya

Sejarah Korupsi dan Pengertiannya, Simak Penjelasannya

Smallest Font
Largest Font

Kabarpers - Istilah korupsi diperkirakan telah muncul dan ada sejak zaman Mesir kuno di Babilonia, Roma, juga bergulir pada abad pertengahan hingga sekarang ini.

Kemudian, kata korupsi berasal dari kata latin yakni corruptus, yang merupakan past participle dari corrumpere, yang berarti merusak, menyuap, dan menghancurkan.

Oxford Dictionary mendefinisikan korupsi sebagai perilaku tidak jujur atau curang oleh mereka yang berkuasa, biasanya dalam hal melibatkan penyuapan.

Sementara itu, seorang sejarawan dan pemikir muslim asal Tunisia, Ibnu Khaldun mengatakan bahwa akar penyebab korupsi adalah nafsu hidup untuk bermewah-mewah, terutama di kalangan kelompok berkuasa. 

Selain itu, faktor-faktor lain yang dapat memicu seseorang melakukan korupsi, yakni termasuk gaya hidup yang berlebihan, sifat serakah, moral dan ajaran agama yang kurang kuat, kebutuhan hidup yang semakin tinggi, serta keinginan untuk mendapat uang dengan cepat. 

Di Indonesia, praktik korupsi telah terjadi sejak zaman kerajaan, masa penjajahan Belanda, dan era Orde Lama/Baru. Pada masa kerajaan, salah satu bentuk korupsi yang paling menonjol adalah pungutan berupa pajak atau upeti yang memaksa rakyat. 

Dikisahkan pada masa penjajahan Belanda, ada beberapa ahli hukum mengatakan bahwa budaya korupsi di Indonesia diwariskan dari masa tersebut. 

Pada era Orde Lama/Baru, korupsi banyak dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jabatan di pemerintahan, yang bertujuan untuk mencari kekayaan, kekuasaan, dan jabatan. 

Sedangkan perilaku korupsi di Indonesia diperkirakan sudah ada sejak masa kerajaan, adalah adanya pungutan berupa pajak atau upeti yang memaksa rakyat adalah salah satu yang paling menonjol. 

Mengutip dari laman Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK bahwa pada tahun 1957, pemerintah membentuk Panitia Retooling Aparatur negara atau PARAN yang dibentuk berdasarkan undang-undang keadaan bahaya.

Sementara itu, tindak pidana pemberantasan korupsi masuk ke dalam lima besar yang dianggap isu paling mendesak oleh responden di Indonesia.

Mengapa korupsi begitu membudaya, dan siapa saja aktor-aktor yang terlibat hingga bagaimana korupsi ini bisa ditumpas? Hal ini menjadi banyaknya pertanyaan yang acap kali diajukan oleh masyarakat.

Semenjak KPK dibentuk sebagai lembaga yang secara khusus menangani pemberantasan korupsi pada tahun 2003 lalu, sampai saat ini masih belum ada tanda-tanda penurunan tingkat korupsi di Indonesia.

Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch atau ICW, pada tahun 2022 tiga tertinggi jumlah aktor korupsi berasal yakni dari pegawai pemerintahan daerah (365 kasus), aktor swasta (319 kasus), dan kepada desa (174 kasus). 

Dalam hal ini, artinya dengan penerapan pakta integritas yang hampir diterapkan di berbagai lembaga pemerintahan, praktik korupsi masih tetap terjadi dan membudaya.

Kemudian, selain KPK, aparat kepolisian dan kejaksaan memiliki fungsi dan wewenang dalam menindak tindak pidana korupsi. Selain adanya lembaga yang menindak, upaya untuk menekan praktik korupsi juga sudah ditunjukkan dengan adanya penerapan pakta integritas.

Pakta integritas diatur melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 49 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Pakta Integritas di Lingkungan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. 

Aturan ini menjelaskan bahwa pakta integritas adalah dokumen yang berisi pernyataan atau janji kepada diri sendiri tentang komitmen tidak melaksanakan korupsi

Dimana pakta integritas dibuat untuk dijalankan baik tugas, fungsi, tanggung jawab, wewenang, dan peran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kesanggupan untuk tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. (Ss)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Redaksi Author