Sesuai UU Minerba, Pemilik Tambang di Indonesia Wajib Lakukan Reklamasi
Jakarta - Reklamasi pertambangan adalah proses pemulihan dan rehabilitasi lahan bekas pertambangan agar dapat digunakan kembali atau dikembalikan pada kondisi alaminya setelah kegiatan penambangan selesai atau dihentikan.
Sementara, tujuan utama dari reklamasi tambang adalah untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan akibat penambangan dan memulihkan lahan agar dapat berfungsi kembali untuk berbagai keperluan seperti pertanian, kehutanan, rekreasi atau konservasi alam.
Mengenai permasalahan ini, dikatakan Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti, bahwa pihaknya mendorong seluruh perusahaan tambang, yang beroperasi di Indonesia melaksanakan kewajiban reklamasi pascatambang 100 persen.
Ia menilai hal ini sesuai UU No. 3/2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4/2029 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, disebutkan pemegang izin pertambangan mempunyai kewajiban melaksanakan reklamasi dan pascatambang dengan tingkat keberhasilan 100 persen.
Sehingga, upaya untuk menumbuhkan ekonomi bangsa harus diiringi pemberdayaan masyarakat setempat dan menjaga lingkungan hidup pascatambang yaitu mengacu UU 3/2020 yaitu pemegang izin pertambangan mempunyai kewajiban melaksanakan reklamasi dan pascatambang dengan tingkat keberhasilan 100 persen.
"Vale mencontohkan ini dengan baik. Namun, bisa dibilang ini sebuah anomali di sektor pertambangan," jelas Roro dalam kegiatan forum group discussion bersama ASEAN Parliamentaries for Human Rights (APHR).
Kesempatan lainnya, dalam FGD tersebut, Roro menjadi perwakilan parlemen untuk memberikan pandangannya terkait transisi energi dalam industri pertambangan tanah air.
UU No. 3/2020 juga menyebutkan lingkungan pascatambang tidak hanya tanggung jawab kementerian teknis, namun aparat penegak hukum memiliki peranan penting dalam menangani permasalahan lingkungan bekas pertambangan.
"Polisi dan aparat sudah seharusnya berpihak dalam menangani secara serius aktivitas pertambangan ilegal yang mengakibatkan kecelakaan di mining site yaitu lubang-lubang pascatambang yang tidak ditutup, sehingga menyebabkan banyak hilangnya nyawa orang," jelasnya.
Kemudian, ia menjelaskan dalam menumbuhkan perekonomian bangsa, perlu diiringi pemberdayaan masyarakat setempat dan menjaga lingkungan hidup pascatambang.
Lalu, dengan pemberlakuan UU tersebut, maka kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan dengan tetap menjaga aspek kelestarian lingkungan.
Ia menekankan pentingnya penerapan konsep ekonomi sirkular demi menciptakan industri pertambangan yang berkelanjutan, sekaligus meminimalisir jejak karbon serta limbah buangan tambang atau waste.
Sehingga katanya, fungsi monitoring dari Komisi VII DPR menjadi berperan penting dalam menjaga industri pertambangan dari praktik illegal mining.
"Kami pun punya panja untuk illegal mining, dengan harapan Komisi VII DPR hadir di tengah-tengah permasalahan seperti ini dan kita bisa mencari solusi yang tepat," katanya.
Menurut dia, sektor pertambangan khususnya komoditas nikel, Indonesia memiliki cadangan terbesar di dunia yakni mencapai 43 persen dari total cadangan dunia saat ini.
Hal itu dapat menjadikan Indonesia sebagai kontributor dalam pengembangan komoditas energi hijau berbasis listrik dengan terdapat mineral-mineral penting salah satunya nikel yang menjadi komponen dalam teknologi energi terbarukan.
Menurut dia, Indonesia menghadapi dilema terkait aktivitas pertambangan yang memiliki dua sisi yang kontras.
Kemudian, sisi lainnya komoditas nikel dan dunia pertambangan menjadi salah satu penyumbang besar dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Namun, di sisi lain, sektor pertambangan juga mengakibatkan kerusakan lingkungan, hingga memarginalkan masyarakat adat.
Indonesia punya potensi yang sangat besar untuk mencapai pertumbuhan ekonomi lebih dari enam persen dengan komoditas nikel dan pertambangan lainnya berkontribusi cukup masif terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Namun, kita juga dibenturkan dengan isu-isu lingkungan, isu-isu mengenai masyarakat adat yang juga patut kita perhatikan bersama," ujarnya.
Ia juga menilai, saat ini sumber energi yang berpotensi membahayakan lingkungan masih jauh lebih terjangkau dibandingkan energi ramah lingkungan. Oleh karena itu, ia berharap sumber energi ramah lingkungan dapat memiliki daya saing jika disubsidi.
Forum yang dimoderatori Mercy Chriesty Barends, dihadiri Wakil Ketua Komisi IV DPR Anggia Erma Rini, Wakil Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto, Anggota Komisi VII DPR Bambang Patijaya, serta perwakilan parlemen dari Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Sehingga, dengan adanya fungsi-fungsi parlemen dalam hal legislasi, pengawasan, dan anggaran, dapat turut menciptakan masa depan sumber energi berkelanjutan yang diinginkan banyak pihak. (S/Parlemen)